CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 27 Februari 2012

Aku Tahu Rasa Sakitnya


            Rasa sakitnya, rasa rindunya, aku tahu…
            Untuk kesekian kalinya aku merasakan hal yang seharusnya tidak aku pedulikan. Rasa sakitnya, rasa ridunya. Ya, jelas saja harus aku abaikan! Siapa dia? Atau dia? Juga dia? Aku sama sekali tak mengenal mereka. Harusnya, sebagai wanita kebanyakan aku tidak suka pada mereka itu, seharusnya tak peduli, malah harus senang. Tapi ternyata tidak.
            Malam itu, untuk kesekian kalinya pula aku sangat penasaran. Wanita yang sedang dekat denganmu -setelah kamu berpisah dengannya yang menggantikan satu wanita setelah aku itu-  sekarang ini membuatku penasaran betul. Dia malah lebih muda satu tahun dariku. Dari segi kecantikan, aku patut berbangga diri darinya. Kulitnya tak lebih putih dariku. Tingginya tak bisa mengalahanku. Dulu kamu sempat bilang “ Dari wanita, aku akan melihat matanya dulu”, dan menurutku matanya tak lebih tajam dariku, tak lebih memiliki “arti”. Tak memancarkan “keterkekangan” yang dulu kamu bilang. Untuk urusan mata yang memancarkan “keterkekangan” ini aku bangga. Pasalnya, aku memang seperti itu, dan kamu membacanya dengan sangat tepat.
 “Takut untuk terbang kan? Jangan takut, aku disini. Kita terbang bersama, bukankah dulu aku memintanya? Temani aku terbang. Hahaha, kenapa aku tahu? Itu terlihat jelas dimatamu sayang…”
Itu yang membuatku bangga, “keterkekangan” ini membuatmu ingin terbang denganku.
            Untuk membunuh rasa penasaranku, aku telusuri lagi akun jejaring sosialnya, dan yap! Aku dapat. Wow, status terbarunya semuanya tentangmu. Aku jadi ingat dulu, bagaimana sangat ‘alay’nya aku mengekspresikan rasa sukaku di setiap status jejaring social. Aku kira saat itu aku tidak alay, dan sekarang, melihat status-statusnya aku merasa sangat alay waktu itu. Aku tutup profilnya, dan kembali ke akun milikku. Malam itu, aku sangat menyesal melihat profilnya, penuh dengan petasan-petasan kecil yang menyulut kenangan aku dan kamu dulu. Aku merasakan senangnya jadi dia. Juga sakitnya, apalagi rindunya.
            Seminggu setelah itu, aku sedang asyik online di notebook kesayanganku. Waktu itu sore hari. Aku keluar kamar kost untuk mengambil jemuranku yang pastinya sudah kering. Aku naik ke “puncak” kamar kostku. Belum aku mengambil jemuranku, aku sudah terpesona saja melihat jingganya langit. Semburat lembayungnya indah, pantulan warna matahari yang sudah lelah itu mengisi seluruh langit, awan-awan cumulus itu terlihat berwibawa, seolah merasa bangga mereka terus saja berarak bak kesatuan TNI di upacara tujuhbelasan. Rapi, harmonis. Dadaku menghenyak, merasakan sakit yang tiba-tiba dan aku langsung berpikir kamu. Senja ini mengingatkanku padamu. Dulu senja jadi saksi bahwa kamu berjanji hanya untuk aku. Hanya aku, tak ada yang lain.
            Aku penasaran lagi. Ku buka profil wanita yang pantas ku sebuk adek itu. Mataku terasa berat, ada sesuatu disana, panas, lalu jatuh. Kamu menyakitinya. Sama seperti kamu menyakitiku dulu. Dan aku merasakan sakitnya, merasakan lumpuhnya dada ini lagi. Empat kali El, empat kali kamu memberikan hal yang sama pada wanita yang menggantungkan harapannya padamu. Sepertinya kejadian itu terjadi 2 hari sebelum aku membuka profilnya lagi. Dan disana muncul update status terbaru darinya. Potongan lagu judika yang memang sekarang sedang hits.
 “ Oh Tuhan tolonglah aku hapuskan rasa cintaku, aku pun ingin bahagia walau tak bersama dia…”
            Aku diam. Merasakan sakitnya, merasakan rindunya yang menyiksa itu. Mau sampai kapan aku terus merasakan hal yang sama hanya karena pengalaman perasaan yang sama seperti itu? Shine On San! Shine On! Tapi tetap saja aku menangis dan memilih bergumul dengan bantal dan selimut kesanyanganku. Memuaskan tangis disana.

………
Kadang aku ingin jadi kamu, yang merasa baik-baik saja setelah meninggalkan.
Aku ingin jadi kamu yang merasa baik-baik saja setelah menyakiti.
Aku ingin jadi kamu yang merasa baik-baik saja meminta maaf lewat sms lalu menghilang begitu saja.
Aku ingin jadi kamu yang merasa baik-baik saja dan melupakan segalanya termasuk janji suci.
………

            Sekarang banyak sekali pertanyaan yang ada di otakku. Pernahkah kamu menyesali perbuatanmu itu? Sempatkah merasa simpati pada kami? Atau sedikit merasakan jadi kami? Ah! Aku harus tak peduli pada perasaan mereka! Aku harus focus pada rasa ku sendiri dan pertanyaan ini harus murni based on my story! Baiklah, aku tak benar-benar mau tahu kenapa kamu melepasku begitu saja dulu. Aku sungguh tak ingin tahu. Pertanyaanku yang berserakan ku rangkum dalam kalimat pertanyaan saja.
Sempatkah kamu merasa kehilangan dan merasakan ribuan rindu membuncah dari hati dan kepalamu? Sempatkah kamu menangis setelah meninggalkanku? Pernahkah kamu menyesal atas perbuatanmu padaku? Pernahkah kamu merasa sakit karena rindu dan mencintai? Jika pernah, aku tak akan bertanya lagi. Mungkin kamu cukup tau rasanya menjadi aku dulu. Jika tidak, kamu akan merasakannya cepat atau lambat.Percayalah.
* aku yakin ini bukan saja pertanyaanku, ini masih pertanyaan ”kami” ahhh Susan..bagaimana kau ini!
Aku menulis ini sambil mendengarkan lagu Someday dari Nina.

0 komentar:

Posting Komentar