CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Rabu, 29 Februari 2012

Aku Mundur Saja


Aku mundur saja, aku menjauh saja, ternyata aku lelah juga. Ternyata aku tak baik.
                Banyak sekali  masalah yang sebenarnya bersumber dari aku. Ya, kalian tidak salah, aku yang mempersulit diri.
                Arfian, aku sempat sedih saat kamu membagikan pesan itu pada kami; aku, crobi, herdi, dan Elin. Ya, memang kita sudah lama sekali tak berkumpul bersama.
 ‘Rindu kekeluargaan seperti dulu’.
Itu katamu. Ya, aku akui kita banyak sekali disibukan dengan aktivitas masing-masing. Jadwal kuliah yang padat juga jadwal praktikum kita yang terpisah. Sepertinya jarak kita semakin melebar karena saat luang aku pakai untuk memeriksa jurnal-jurnal mahasiswa bimbinganku, kamu juga disibukan dengan kewajibanmu menemani kekasihmu. Dan disaat itu, karena terlalu focus pada urusan masing-masing kadang keegoisan kamu itu – yang selalu aku maklumi – seolah semakin menjadi dimataku. Aku jadi benci kamu, tak suka, dan marah lalu menjauh.
                Crobi, tahukah kamu? Dari awal semester kemarin aku merasa kamu menjauh. Aku dan Elin sempat bertanya, apakah kamu tak merasa nyaman bergaul bersama kami sehingga cenderung menjauh dan malas untuk bersama? Oh, iya. Aku akui hoby kita berbeda. Kamu K-lovers, dan kami biasa saja, malah arfian dan herdi tak menyukainya. Tapi ya sudahlah, dari awal kita kan sudah berjanji bahwa kita itu bukan geng yang harus jalan kemana pun bersama. Kita bukan anak SMA lagi kan? Hahaha, lucu ternyata. Tapi apa rasa ini salah? Cemburu. Perasaan itu semakin menjadi, kadang menjelma  ke arah tak suka jika kamu berkata, ‘dahh..aku duluan ya, ada urusan dulu sama mereka’. Aku dan Elin hanya saling bertatap dan dia langsung mengerti. Elin lalu menarik tanganku dan mengalihkan perhatianku. Berkoar tentang hal yang tak penting yang aku juga sebenarnya sudah tahu. Bagaimana rasanya jika teman yang sering bersama, lalu ada orang lain dan dia lebih tertarik dengan orang lain itu. Lalu aku dan yang lain seperi  ‘terabaikan’ . Enak kah? Sesuai pengalaman yang aku rasakan jawabannya TIDAK. Tapi ku ulangi lagi, ya sudahlah….
                Herdi, untukmu aku ingin menyampaikan banyak hal. Kamu, ku akui banyak perubahan ke arah yang lebih baik. Kamu jadi pengajar anak SD dan SMA sekarang. Nambah-nambah penghasilan kamu bilang. Dengan target 80 hari mencari ‘cita’ itu (walaupun entah bagaimana kelanjutannya) kamu menjelma menjadi pria yang lebih respect. Pacarmu juga sangat baik, terimakasih untuk tetap ingin bercerita denganku dan meminta nasehat ataupun pendapatku dalam urusan mu dengan dia. Tapi Her, kamu juga harus mempunyai prediksi sendiri. Kamu lebih mengenal dia dibanding aku. Dan kamu baik-baiklah dengan dia, kataku, dulu. Sepertinya kamu menurutinya. Kamu semakin asyik dengan pacarmu itu. Tak sempat lagi menemaniku ke warteg yang murah dan enak itu, atau sekedar menemani duduk-duduk di selasar kampus, tak sempat menghabiskan ransum yang aku timbun di kamarku itu, tak sempat lagi melawak garing saat aku sedang kesal, dan bahkan tak sempat lagi belajar bersama. Kamu sepertinya sibuk. Sangat sibuk.
                Elin, ku lihat akhir-akhir ini kamu berubah. Semakin tak respect. Entah apa yang sedang kamu pikirkan. Sebagai seorang yang lebih dekat denganmu aku merasa gagal. Gagal untuk tahu dan menyemangatimu ke arah yang lebih baik. Bukannya aku tak berusaha. Aku sering mengingatkanmu ‘sering-seringlah baca buku yang menunjang kuliah, kerjakan tugasmu, jangan ditunda-tunda’ atau memberikan perhatian dan mengingatkanmu pada kesehatan. Dan aku kesal saat kamu menyindirku dengan kata-kata yang menyerempet tentang daya tahan tubuhku yang lemah itu. YA! Aku memang rentan sakit, tapi aku tidak ingin kamu seperti aku. Bukankah penyakit bisa datang pada siapa saja? Apalagi kalau perut tak diisi, sekebal apapun seseorang kalau tetap saja tak memperhatikan gaya hidupnya suatu saat pasti akan tumbang juga. Aku hanya mengingatkan, itu saja. Kamu, yang sifatnya pendamai selalu saja bilang ‘netral’ pada saat aku sedang kesal pada seseorang. Ya, bagus. Kamu bisa jadi basa saat aku jadi asam. Bisa jadi asam saat aku jadi basa, saling menyeimbangkan. Seperti yang sudah aku bilang,kamu berubah akhir-akhir ini. Jadi pengabai. Saat aku cerita pun kamu cenderung diam dan hanya berkomentar oh…,em...,wah…. Kamu bukan Elin yang aku kenal, bukan lagi tepatnya. Aku mencoba untuk menganggapnya baik-baik saja. Tapi aku semakin merasa tak enak saat memaksakan kehendakku, saat ingin menyampaikan keinginanku, saat ingin bercerita…..Lalu aku memilih diam, aku lebih memilih “menutup mata”.
*****
 Hey kalian, saat-saat kuliah pun –kadang- tempat duduk kita berjauhan, aku sering telat masuk kelas karena  terlalu lelah dengan aktivitas sebagai asma (asisten mahasiswa)dan kalian tak menyisakan tempat khusus yang biasanya kalian siapkan. Atau aku sendiri yang  memilih menjauh dari kalian karena aku sedang sensi.
Untuk Arfian dan Herdi, kalian jangan berpikir aku cemburu pada kalian karena telah mempunyai kekasih. Tentu tidak, bukannya dulu aku yang mendukung kalian dan setuju kalian menjalin  kasih dengan pilihan kalian itu? Aku hanya merasa kesepian.  Ya, seperti itu, tidak ada lagi yang merecoki aku lagi. Memang damai hidup ini setelah kalian berhenti merecokiku. Tapi ada saatnya aku merasa butuh kalian. Butuh teman, dan kalian tak ada. Hey! Saat aku menulis kalimat ini tiba-tiba mataku panas! aku menangis!
Aku tahu, semua ini hanya dari sudut pandangku. Kalian telah nyaman dengan posisi kalian sekarang, dengan tidak selalu saling bersama seperti dulu mungkin lebih baik. Mungkin juga aku yang salah, terlalu egois keras kepala dan hanya melihat dari dalam kotak. Tapi inilah pemahaman mataku yang melihat dengan mata terbuka dan kadang dengan mata tertutup untuk merasakannya dengan hati. Ah, terlalu banyak yang aku ingin katakan sampai-sampai aku tidak bisa lagi menulisnya. Terlalu malas untuk mengingat. Terlalu malas untuk menceritakannya.
Ya, aku lelah. Percaya itu ternyata susah. Saling mengandalkan itu ternyata tak semudah melepar kartu gapleh yang sering kita mainkan dulu. Tak semudah mengoleskan bedak bayi di muka herdi yang gampang sekali kalah saat main gapleh  dulu. Tak sebebas tertawa lepas bersama kalian dulu. Dunia kita mulai berbeda, terpisah dalam sekat-sekat semu. Walau pun semu tetap saja namanya sekat. Berjarak. Dan aku memilih mundur, pergi. Lari, menjauh.
Semoga saja kalian jadi lebih baik dan berkembang. Setidaknya aku sudah tak lagi membebani kalian, tak lagi menekan kalian, tak lagi menyakiti kalian dengan sikap ku yang egois dan kekanakan. Bukannya lari untuk tak berteman, tapi lari untuk tidak lagi ikut campur terlalu dalam tentang kalian.
Sahabat itu tidak menyakiti.
Sahabat itu memberi senang.
Sahabat itu berbagi.
Sahabat itu bersama.
Sahabat itu saling percaya dan saling melengkapi.
Sahabat itu,……………. tidak ada.

Berjalan lagi, meraba-raba lagi, karena berteman itu bak hukum rimba. Yang kuat yang bertahan, yang lemah akan terbunuh lalu ditinggalkan.

10 komentar:

Siro mengatakan...

ari aku???? ~_~,.......

Siro mengatakan...

sis,ingat selalu bahwa di hati kami,kamu tetap sahabat yang terbaik,.
meski terkadang dzohir kami tidak selalu mengungangkapkan hal itu,.
percayalah sama kami,.

susan mengatakan...

Hua..malu dibaca sama kalian ih....ahaha...dikasih fiktif dikit biar rame, hehe

Siro mengatakan...

hehe,. aku ngerti sayang,.. ingetin aku yah,kalau lagi kumat gilanya,.hehe,..

susan mengatakan...

wkwkwk, sinyal ku akan selalu kmu liat ko..

chemialovers mengatakan...

OMG,. dari kmaren mo nyoba ngomen g bisa terus,. hufh

chemialovers mengatakan...

eh, sekarang ternyata bisa... hihi

susan mengatakan...

wahahhaa...makanya eksis dong bog nya..:p

Yami Maliq mengatakan...

Namanya kok ga kenal semua ya? guakakakak

susan mengatakan...

mereka bukan artis sih jadi ga terkenal. mhihihii :p

Posting Komentar