Hey kalian,
taukah bahwa pada awalnya, aku merasa paling “tak baik” diantara kalian. Kamu,
Ais, seorang yang lembut. Anak pertama dari 4 bersaudara menuntutmu untuk berpikir dewasa dan mandiri. Selain itu kamu
juga feminim, ramah pada siapa pun. Beda sekali dengan aku. Kamu tahu sendiri
kan Ais aku seperti apa, seperti bidadari tanah yang kau katakana dulu.
Begitupun kamu Re, kamu sangat supel, bisa melebur dengan orang-orang yang baru
kamu kenal, mojang Subang yang ramah, walaupun agak "riweuh" tetap saja kamu terlihat sederhana. Oh, ya satu lagi. Kalian itu sangat sabar. Sangat penting
bagiku untuk menggarisbawahinya. Toh, kalian memang benar-benar sangat sabar, sampai-sampai aku panas sendiri kalau
ada yang memang “harus ditegasi”. Tapi kalian dengan wajah santai masih saja
tetap tersenyum dan bilang “sabar”. Oh… kadang aku bertanya sendiri, hati kalian itu terbuat dari apa sihhh??
Saat
membayangkan kalian itu, aku lihat diriku sendiri. Bawel, ambisius, egois, moody,
dan ya! Jutek. Berbanding terbalik sekali dengan kalian kan? Hahaha, aku saja
tertawa sendiri. Bagaikan langit dan bumi. Persahabatan kita ini bisa dibilang
aneh.
Diantara
kalian akulah yang paling sering mengeluh. Mengeluhkan banyak hal. Mulai dari
masalah keluargaku, masalah sekolah, juga maslaah hati. Untuk urusan hati, aku
sangat amat benar-benar merasa bersalah pada Ais. Pasalnya ada yang aku
sembunyikan dari dia. Aku tak berani berkata apapun soal yang satu itu. Bahkan
sempat aku berbohong besar padanya kalau memang sudah kepepet karena hampir
ketahuan. Tapi aku baru sadar, ingat San,
Ais itu cerdas! Pasti bisa memprediksikan gerak-gerik kamu! Dan kalau sudah
ingat hal itu,aku cuma bisa tutup mata dan tutup telinga. (Ais maafkan aku...).
Aku begitu
terbuka pada kamu Re, mungkin karena pembawaannya yang sangat welcome sekali sehingga aku lebih
terbuka padamu. Bukannya Ais tidak welcome, tapi ah..aku sudah sangat memenuhi kotak
curhat Ais. Aku takut Ais bosan dengan semua bualanku. Apalagi tentang cinta.
Oh, tidak tidak, sepertinya sudah cukup.…
Bercerita pada
kamu Re, seperti bercerita pada kakak sendiri. Rasanya menenangkan. Kamu jarang menghakimi maupun menyalahkan. Kadang, kamu mengingatkan dengan cara halus,
halus sekali sampai-sampai aku merasa seperti tidak ditegur atau diingatkan.
Semuanya berjalan seperti air mengalir, lembut, tak ada paksaan. Dan selalu
seperti itu Re, aku selalu senang banyak-banyak berceloteh denganmu. Tentang
apapun itu,apapun.
Sekarang,
umurku sudah menginjak kepala dua. Dua tahun lebih kita terpisah, menapaki
jalan yang sudah Allah tentukan. Jalan yang kadang kita gerutui karena sangat
melelahkan, jalan yang tentunya tak diinginkan. Tapi ingat lagi sahabat, kita
telah memilih, oh bukan, tepatnya dipilihkan. Dan tentu pilihanNya adalah
pilihan yang terbaik. Kita akan merasakannya! Entah sekarang, entah di masa
depan. Dan aku selalu senang kita masih saling bertegur sapa. Saling
menguatkan, saling mengingatkan, saling meluruskan dan memperbaharui niat
seperti dulu.
Ais, kamu
sekarang terlihat bahagia dengan kehidupan barumu itu, bersama orang yang lebih
dari sekedar sahabat, bersama malaikat kecil yang akan selalu ada dalam tiap
untaian doamu. Merasakan harmoni indah seorang ibu dan seorang istri. Ah… kau
temukan juga kan bahagiamu itu? Galaumu berakhir. Tangis sedihmu sudah berganti
menjadi seringai senyum bak pelangi sehabis hujan. Kamu akan bahagia. Akan
selalu bahagia,itulah harapku.
Re, kita masih
harus berjuang menemukan pangeran berkuda putih itu. Kamu lihat juga kan Ais
seudah berongkang-ongkang kaki diatas sana. Kita masih harus berjalan,
memantaskan diri untuk orang yang kita dambakan. Masih harus berbisik dalam
doa-doa kepadaNya ketika rindu melanda. Bukan berarti Ais senang-senang saja
disana, dia sudah punya tanggung jawab yang begitu besar dan Allah telah
menganggap dia mampu. Kita juga masih “digodok” untuk bisa mampu seperti Ais!
Semangat Re! kita harus sukses! Bereskan dulu tunggakkan pada orang tua,
kuliah. Fokus dulu, sukses dulu.
*Semoga bisnismu yang sekarang
lancar Re J
Pada
akhirnya, anak-anak sungai akan bermuara ke laut, pada akhirnya langkah-langkah
kecil akan mencapai puncak gunung tertinggi. Yakin, harus yakin. Terbanglah para bidadari!