Kamu,
yang ada disitu, yang setiap malam, sebelum aku tertidur selalu ku sebut namanya dalam
untaian doa-doa malamku, apa kabar? Ya, tertidur, bukan tidur. Karena memang
aku sulit tidur setelah mengenalmu.
El,
bolehkan aku panggil kamu dengan El, supaya mudah untuk ku ceritakan kisahku
yang tokohnya didominasi olehmu. Mengapa El? simpel saja, itu panggilan khusus
untukmu, dariku, dulu. Bisa disebut panggilan sayang. Yang setiap ku panggil
namamu dengan benar-dan sungguh aku coba benar- tapi tetap saja tak bisa benar
karena lidahku memang tak bisa menyebut huruf "r". Dan kamu selalu
tertawa dan mengolok-olok ku dengan kespesialan yang ada pada lidahku itu. Tak
apa El, aku senang akan olokan mu itu, meskipun aku harus berpura-pura marah
agar kau mau membelikanku lolipop warna-warni yang hanya dijual di depan
kantormu itu, setiap kali kau meminta maaf atas olokanmu. Ah, El, apa di depan
kantormu masih ada lolipopku itu? kalau ada, aku akan sengaja kesana, dan berperan
seolah olah aku ini kamu, yang dulu sering sekali membelikannya untukku.
Dari awal
kau masuk kantor itu, yang bersebelahan dengan sekolahku, mereka (teman-temanku)
selalu membicarakanmu. Aku tak tahu karena aku belum melihat, apalagi
mengenalmu. Aku tertawa saja saat aku mencuri dengar bahwa kamu itu sering
terlambat masuk kantor. Dengan baju yang masih belum rapih kau tergesa-gesa
memasukan motor "Tiger" mu itu ke area pakir yang bisa mereka lihat
dari jendela kelas. Ah, ada-ada saja kamu El.
Tak
mungkin mereka sesemangatnya itu bergosip tentangmu tanpa sebuah alasan. Tentu,
saat aku tanyakan pada mereka, mereka malah menertawakan aku, payah.
Yang benar saja San, kamu ga tahu ya? Coba lihat dia. Dia
manis, mempeeeeesona. Hahahhah…..
Aku jadi
penasaran juga, dan sekali waktu saat teman-temanku “mengintipmu” lagi, aku
juga ikutan.
Oh, itu. Gumamku.
Ya memang
ku akui kau itu manis, berkharisma. Dengan perawakan yang kurus tinggi sekitar
175cm dengan memakai motor “Tiger” kau
tampak gagah. Kulitmu tidak hitam, tidak juga putih. Hidungmu mancung, tidak
sepertiku. Rambut belah pinggirmu itu, aku suka! Retro tapi menawan, dan apakah
kamu tahu? Rambutmulah yang paling
pertama kulihat. Satu kesan mendarat di otaku. Kamu, manis.
Apakah
kau mau tahu kebiasaanku setelah melihatmu El? Yup! Tepat! Aku menjadi “golongan”
mereka yang selalu membicarakanmu. Aku jadi tahu kalau kamu bekerja sebagai pembantu
staff ahli TI di kantor itu. Namamu Rizal Ershan Tsani, S.T., lulusan salah
satu universitas swasta ternama di Bandung. Umurmu 23 tahun saat itu. Kamu
tinggal tak jauh dari sana. Sekitar 3 Km ke arah pasar tradisional. Dan aku tau
letaknya, terhalang oleh 8 rumah dari tugu yang bacaannya begini Lingk. Bbk. Lama II. Rumahmu bercat putih dan berpagar merah dan
dihiasi beraneka tanaman hijau, nice. Soal rumahmu itu, hanya aku yang tau,
teman-temanku tak tahu. Tentu aku tahu, kamu sendiri yang membawaku kesana,
ingatkan El?
Mungkin
Tuhan tau bahwa aku sangat ingin mengenalmu. Dan taraaa…kita kenal, berawal
dari sebuah lollipop memang, unik, menurutku. Tak banyak yang tahu kita berdua
saling mengenal, hanya satu orang saja, teman dekatku.Oh ya, temanku ini
perempuan. Masih ingat kan El? Dia orang yang sering kau hubungi saat aku tak
memberimu kabar. Tak banyak yang tahu karena aku memang tak ingin “mereka” tahu.
Aku memang egois saat itu, aku sering diam tak banyak komentar saat mereka
kembali berbincang ria tentangmu. Aku ingin mereka bosan membicarakanmu lalu
kemudian mengabaikanmu dan focus dengan urusan mereka masing-masing. Dan saat
itulah aku akan sangat dengan leluasa “mengincarmu”. Ya, kau tahu El, Aku mengincarmu.
Ya El,
aku tidak bisa tidur setelah mengenalmu, tak tenang, Rasanya ada ribuan semut
mengerombol disini, dada sebelah kiri. Banyak peri-peri kecil yang tega meninju
perut ku saat aku menerima pesan darimu. Aku banyak menyendiri dan
senyum-senyum sendiri. Ah..apa ini El? Kau tahu? Maklum, aku masih sangat muda,
16 tahun waktu itu.
Hey El, kau tahu apa yang paling menggangguku sampai tak
bisa tidur? Senyummu El, ya itu, aku masih bisa membayangkannya. Senyummu
adalah hantu pengganggu yang tak pernah ingin aku usir. Senyum mu, ya, pada
waktu itu hanya senyummu.
0 komentar:
Posting Komentar